nusakini.com - Kementerian Pertanian (Kementan) menerbitkan kebijakan pengendalian impor jagung. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mendorong gairah petani jagung sehingga produknya terserap ke pasar dan industri pakan ternak, memprioritaskan produk domestik untuk bahan baku industri pakan, menjaga stabilitas harga jagung dan pakan baik di tingkat petani maupun konsumen. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Perrmentan 57 tahun 2015 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal tumbuhan ke dan dari Wilayah Indonesia.

Menurut Dr. M. Luthful, SP, Msi, Kesaubag pada Pusat Data dan Sistem Informasi Kementan “Tidak ada larangan impor jagung, yang ada hanya mengendalikan impor saja”. Hasil kebijakan ini adalah impor jagung Januari-Mei 2016 menurun 47,5% dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sehingga menghemat devisa sekitar Rp 2,7 triliun”. 

“Turunnya impor jagung juga telah berdampak pada meningkatnya gairah petani menanam jagung”. Berbagai program Upaya Khusus Peningkatan Produksi 2015 telah terbukti meningkatkan produksi. Sumber resmi BPS merilis Angka Tetap 2015 produksi jagung 19,61 juta ton atau naik 3,18 persen dari tahun 2014. 

Pada tahun 2016 program bantuan benih jagung unggul dan sarana lainnya seluas 1,5 juta hektar serta integrasi jagung di perkebunan 750 ribu hektar dan sebagian besar sudah direalisasikan diyakini akan menggenjot produksi 2016 dengan target minimal 21,53 juta ton. 

Besarnya produksi jagung 2016 dipastikan mencukupi kebutuhan industri pakan 750.000 ton per bulan dan kebutuhan jagung nasional 1,55 juta ton per bulan. Bahkan bahkan neraca jagung 2016 diprediksi akan surplus 1,3 juta ton.

“Tidak benar bila harga jagung Rp 6.000 /kg. Sumber resmi BPS bulan Juli 2016 menyebutkan rata-rata harga jagung di tingkat petani Rp 2.000-3.000/kg dan saat ini masih berlangsung panen jagung. Bila industri pakan membeli jagung langsung ke petani diperoleh harga jagung tingkat petani yang tidak jauh berbeda dengan harga impor, ujarnya. 

“Untuk itu, kepentingan petani, industri pakan dan peternak unggas harus diperhatikan secara seimbang”. Petani sudah memproduksi jagung dengan cukup, industri pakan harus menyerapnya dan para peterrnak unggas harus terjamin pasokan pakan dengan harga terjangkau", katanya. 

“Justru yang harus dilakukan saat ini adalah membangun kemitraan antara industri pakan ternak dengan petani jagung sehingga jagung petani terserap semua”. Aspek kontinuitas, kualitas dan spesifikasi jagung untuk industri pakan maupun sarana pengering dan lainnya intensif dikomunikasikan dengan petani. Untuk diketahui, jagung lokal lebih berkualitas karena mengandung protein lebih tinggi dibandingkan jagung impor”. 

“Bila industri pakan mengandalkan impor lantas produksi jagung petani tidak laku dan dijual murah”. Apakah petani akan dibiarkan merugi?. Data Survei Ongkos Usahatani Jagung (BPS tahun 2014) menyebutkan keuntungan petani jagung setara Rp 130.195/bulan jauh dibawah layak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka” ujarnya.

“Kami mendorong agar industri pakan ternak di Pulau Sumatera dan Jawa yang selama ini menggunakan jagung lokal baru 40-60% ditingkatkan lagi menjadi di atas 75%. Agar meniru industri pakan di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan bahan bakunya sudah 100% dari jagung lokal”. 

Demikian juga dalam jangka menengah dan panjang, Kementan memberi berbagai kemudahan perijinan dan regulasi sehingga industri pakan berinvestasi menanam jagung sendiri dengan lahan telah disediakan 500 ribu hektar dan bisa juga bekerjasama dengan perkebunan dan kehutanan untuk menanam jagung tumpangsari seluas 265 ribu hektar, sehingga keberlanjutan industrinya terjamin sepanjang masa. 

“Jangan-jangan Saudara Faisal Basri yang selama ini gagal mencari mafia MIGAS dan memboroskan biaya, kini beralih mengamati jagung. Semoga Saudara bukan dari bagian mafia itu sendiri. Sudahlah agar Saudara lebih fokus menuntaskan masalah mafia migas saja lah”. 

“Saran saya sebagai yunior di Kementan, agar Saudara lebih banyak berdoa karena sudah berumur dan bertobatlah sebelum ajal menjemput” pungkasnya.(p/mk)